Minggu, 09 Januari 2011

Memahami anak, Menyuruh tanpa memaksa

"      Ah mana mungkin, disuruh dengan paksa saja, tidak mau belajar, apalagi kalau tanpa dipaksa, mana mau ia belajar sendiri", "Itukan hanya mudah dikatakan, kenyataannya sulit kita tanpa memaksa". Begitulah sebagian komentar para ibu ketika mengikuti ceramah tentang bagaimana menjadi ibu yang efektif. Apakah pendapat mereka itu benar ? Mungkin pembaca juga berpendapat demikian ? Sebelum kita menjawab persoalan ini, kita simak dulu, mengapa anak tidak boleh dipaksa ?
       Memaksa, memang cara termudah dan tercepat untuk mewujudkan perilaku yang dikehendaki pada orang yang kita inginkan berubah perilakunya, misalnya dari malas belajar menjadi rajin belajar, dari tidak mau mandi menjadi mau mandi, dari tidak mau makan, menjadi bersedia makan. Cara demikian biasanya dilakukan dengan dasar "conditioning", pembiasaan, dengan tujuan agar anak nantinya terbiasa berperilaku yang dikehendaki. Pandangan demikian bersumber dari aliran psikologi "behaviorisme" yang berkembangan pesat di Amerika ditokohi antara lain : Watson, Skinner, Thorndike, juga di Rusia, yang dipelopori oleh Ivan Pavlov. Teori mereka ini juga diterapkan dalam pembelajaran. Memang teori ini lebih berorientasi kepada hasil akhir, tanpa peduli bagimana proses mendapatkan hasil itu. Namun cepat atau lambat, model pemaksaan perilaku demi mencapai hasil akhir, seperti: asal dapat ranking, asal dapat nilai baik, menghasilkan generasi ingin serba "instan". Tak perlu belajar yang penting bisa menjawab soal dengan berbagai teknik "nyontek" yang canggih.Tak perlu paham, yang penting hafal, toh soalnya kaya gitu juga. Untuk apa berpikir, santai saja, yang penting bisa lulus, begitulah antara lain isi "belief system" yang terbentuk dalam diri anak, karena program "pemaksaan" tadi. Dan lebih jauh eksesnya terlihat pada perilaku kesehariannya, tak mau kerja tanpa ada  pamrihnya (nilai pemaksa perilaku, misalnya upah), sulit berkembang daya inisiatifnya, jauh dari kreatifitas, bahkan lebih parah, jiwanya seolah hilang, jiwa tanpa jiwa, dia hidup tapi berperilaku bagaikan robot, baru bergerak bila dipencet remote controlnya oleh orang lain. Coba amati perilaku sebagian  peserta didik sekarang ini, mereka baru mulai memagang buku pelajaran bila  "remote control" nya dipencet oleh gurunya, misalnya dalam bentuk diberi PR, diadakan ulangan/ujian,. Padahal mereka tahu bahwa kegiatan belajar itu untuk dirinya, untuk kepentingan masa depannya. Tetapi cuma sekedar tahu,  jauh dari menyadarinya. Semua itu,  sekali lagi, adalah buah dari pemaksaan. Bahkan saking kuatnya pemaksaan itu, tumbuh kesadaran lain yang berlawanan, misalnya anak dipaksa belajar, maka tumbuh kesadaran bahwa belajar itu untuk mama, pintar itu, ranking itu, untuk bapak. Bila pingin sesuatu dari bapak atau ibu, maka anak berkata, kalau tidak dibelikan itu, aku tidak mau sekolah lagi. Dengan ancaman itu, anak seperti berada di atas angin, karena ibu bapaknya menjadi panik, konsultasi kesana kemari, agar anaknya mau sekolah lagi. Coba kita renungkan bagaimana perilaku anak itu nanti kalau sudah terjun ke masyarakat ? Yah....... tak perlu lama-lama merenung, sekarang sudah terjadi di sekitar kita. Lalu bagaimana ?
       Kembali ke pokok permasalahan, menyuruh tanpa memaksa. Bisakah ? Ya, Insya Allah, bisa. Mulailah dari bekal pemahaman perilaku anak. Seribu anak memang akan akan memunculkan seribu karakteristik perilaku, sehingga sulit kita menyamaratakan pola asuhan dan perlakuan terhadap anak. Ada anak yang penurut, ada anak yang suka membantah. Ada anak yang gesit, ada pula yang lamban. Ada anak yang ceria, ada juga yang mudah ngambek, dan sebagainya. Lalu bagaimana sikap kita ? Mulailah dari langkah sederhana sebagai berikut.
1. Memberikan "makanan jiwa" anak dengan tiga "A", yairu: Afection, yaitu memberi anak kasih sayang yang tulus, tanpa mengharap balas. Jangan katakan, misalnya: Ibu sayang kamu, kalau kamu mau rajin belajar". Ini pertanda kasih sayang tak tulus. Ketahuilah, jiwa anak diberikan oleh Tuhan kepekaan menangkap suara batin ketidak tulusan ini. Lalu, Atention, yaitu  memberi perhatian yang tulus terhadap yang memang dibutuhkan oleh anak, terutama yang berkaitan dengan perkembangan fisik dan psikisnya. Misalnya alat permainan edukatif yang disenanginya. Inipun harus tulus, jangan dikaitkan dengan keinginan orang tua terhadap anaknya, misalnya: " ibu mau belikan mainan, bila kamu mau makan".Selanjutnya Afirmation/Apreciation, yaitu penghargaan terhadap anak juga secara tulus. Bila anak mau berinisiatif mencoba sesuatu, berilah dia kesempatan, jangan dilarang hanya karena pertimbangan anak belum besar.atau anak belum bisa. Biar dia mencoba, dan seberapapun  bisanya, berilah dia penghargaan berupa pujian, bukan penyesalan.seperti kata seorang bapak:" Kan sudah bapak bilang, kamu belum besar, jadi gagal kan ? Jangan katakan hal seperti itu.
2. Tampilkan perilaku kita yang terbaik dihadapan anak, yaitu perilaku ramah, lembut, sopan, tulus ikhlas, dan menjaga emosi kita agar tetap terkontrol, meskipun di depan anak yang sedang bandel. cerewet, nakal, dan perilaku menjengkelkan lain. Ini memang berat, tapi ini tugas kita dalam mengemban tanggungjawab terhadap "titipan" Tuhan.
3. Biasakanlah mengolah pola komunikasi dengan anak secara dialog, dua arah, bukan monolog, hindari komunikasi yang hanya satu arah dari orangtua ke anak berupa nasehat, anak disuruh mendengarkan saja, tak boleh menjawab atau membantah.
4. Buatlah setiap kata suruhan dalam bentuk kata tanya atau ajakan, misalnya : Nak,...kayanya sudah waktunya kita belajar, ayo, ibu temani ? Atau, Sayang.......bagaimana baiknya sekarang, kita stop sementara bermainnya, kita ganti dengan sama-sama baca cerita ?
5. Secara perlahan, sedikit demi sedikit, dalam dialog dengazn anak kita berikan masukan cerita tentang penting kesadaran melakukan sesuatu dengan menyuntikkan kata-kata- sugesti. Misalnya, nak..kamu tahu ngak, itu tu, tokoh.......itu dulu rajin banget membaca, akhirnya jadi orang besar" Suntikan ini nanti dapat berfungsi sebagai "pemaksa" dari dalam diri anak, sehingga anak berperilaku berdasarkan kesadarannya sendiri, "dipompa unsur pemaksa" dari dalam dirinya.
       Akhirnya, pertanyaan di atas tadi tentang mungkinkah menyuruh tanpa memaksa itu bisa dilakukan ? Jawabannya bisa pembaca buat sendiri setelah membaca tulisan ini. Lalu, bagaimana komentar anda ?

74 komentar:

  1. Like it....!!! Sebagian orang tua menyadari kekeliruan menanamkan pembiasaan setelah anak beranjak dewasa. Sayang sekali, sebaiknya upaya pencerahan kepada orangtua muda perlu dilakukan oleh,,,siapa ya?
    Melihat kondisi saat ini, banyaknya kemerosotan moral, tidak ada salahnya ada pembekalan bagi para pasangan usia muda, karena mungkin, kesalahan cara mendidik sudah dilakukan oleh orang tua mereka.
    Pembiasaan yang salah terjadi secara turun temurun...

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Tidak bisa dipungkiri bahwa anak-anak lebih memilih untuk bermain daripada belajar....
    Orang tua tidak bisa memaksa atau mengancam anak untuk belajar atau makan selagi anak itu tidak mau mengerjakan apa yang diperintahkan...... Anak-anak sangat sensitif dengan apa yang dikatakan oleh orang tuanya..... Perkembangan anak-anak juga berjalan secara perlahan oleh sebab itu orang tua tidak baik menyuruh anak dengan cara dipaksa. Anak pasti bisa mengerjakannya tanpa harus dipaksa. (Nita Ahir Riati 32 A SI)

    BalasHapus
  4. ke-3 hal yg diungkapkn dalm mndidik tnpa memaksa trsebut merupakn sedikit dri sekian bnyak yg dapat dilakukan orang tua dalam mndidik anakx.Mndidik anak bukanlh hal yg mudah(meskipn saya blum pnya anak,hehe),kesalahan mendidik akan berakibat fatal pada prkembangan anak selanjutnya. tentunya selain "mendidik tnpa memaksa" hal utama lainnya yg tak boleh ketinggalan yaitu"pendidikan agama yg mendalam".kebanyakn orang tua sudah banyak melupakn hal yg satu ini.

    BalasHapus
  5. bagus pak,ssemoga para orang tua menyadari akan hal itu

    BalasHapus
  6. Tak dipungkiri banyak ibu2 yang menyuruh anak dengan nada memaksa, dan itu adalah jurus jitu agar anak menurut dengan apa yang diperintahkan oleh ibunya.
    So' anak akan segera mengerjakan perintah ibunya walau dalam hati mereka tak mau, ini akan terus tertanam dalam diri anak bahwa untuk mengerjakan sesuatu bukan atas kesadaran melainkan karna rasa takut.

    BalasHapus
  7. Saya sependapat dan setuju terhadap tulisan Bapak..sangat mungkin meyuruh anak mengerjakan sesuatu tanpa harus memaksanya asalkan dapat mengena pada hati anak,,hal itulah yag kadang sulit dilakukan oleh orangtua. Banyak komentar mengatakan anak adalah lembaran kertas yg kosong,,,orangtua lah yang berperan dalam banyak hal membentuk karakter seorang anak,,,saya termasuk meyakini hal itu,,,karena sejak usia janin 120 hari dalam rahim seorang wanita,,,sejak itulah janin yang nantinya lahir sebagai bayi sudah banyak belajar. Pembentukan karakter awal itu mungkin sedikit banyak dapat mempengaruhi setelah anak tumbuh dewasa. Selain itu setelah anak tumbuh dan berkembang imitation terhadap perilaku orangtuanya sangat berperan juga,,,karena apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh orangtua bisa jadi diartikan oleh seorang anak sebagai pelajaran, orangtua tersenyum anak juga belajar tersenyum, orangtua tertawa anak juga belajar tertawa, dan orangtua menunjukkan hal yang bersifat negative anak pun akhirnya dapat meniru bersifat negative, seperti orangtua marah maka anak pun belajar marah. Selain itu kedekatan psikologis antara orangtua dengan anak akan sangat membantu dalam hal hubungan komunikasi dengan anak. Sehingga awal pembentukan karakter dan kedekatan orangtua terhadap anak sangat mempengaruhi pola tingkah laku anak.
    ( Noor Hayati, Program Akta IV, UVAYA 2014 )

    BalasHapus
  8. Setelah membaca artikel ini cukup menarik dan memberikan inspiratif buat yg baru jd org tua atau sdh jd org tua. pertama-pertama wong sewu, penulisan artikel, terutama tuk bhs inggris diperbaiki sedikit sprt, affection, attention and affirmation. Back to comment article "memang sgt baik buat masa-masa saat tumbuh kembang pd anak yg msh belajar" pada dasarnya kembali lagi ke pihak orang tua sebagai panutan buat anak itu, dimasa ini org tua lah yg di tuntut mesti sabar extra untuk mendidik anak, apalagi "menyuruh, tanpa memaksa" kadang-kadang sikap org tua lepas control, bingung, masalah di kantor kebawa kerumah, terus anak ngajak ini-itu, ngg di turutin ngambek, bawaannya pengen marah aj. untuk mengikuti langkah-langkah diatas susah-susah gampang, tergantung suasana hati orgtuanya. kdng Factor turunan Tensi tinggi menjd susah sabar, penggenya maksa aja. sulit klo nga meng Iyakan. belum lagi factor lingkungan. disinilah peran org tua dan pihak2 laenya sprti keluarga/pengasuh dan guru juga ikut membantu.. kalo sepihak ngg berjalan sesuai keinginan. ya.. plg tidak mencoba langkah-langkah diatas, wlw ngg se Perfect yg di harapkan. Sisanya serahkan pada sang pencipta saja lagi :D
    (Alfian Ramadhani, Program Akta IV, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  9. Artikel ini sangat bagus untuk pengetahuan bagi pasangan yang masih muda agar membiasakan mulai dini cara bersikap yang benar dengan anak.....Terkadang anak tidak suka kalo terlalu memaksa dan mengancam, anak pasti akan membangkang dengan orang tuanya, kalo pun anak menurut itu pun pasti hanya sementara. Karena tertanam dalam diri anak bahwa untuk mengerjakan sesuatu bukan atas kesadarannya melainkan karna rasa takut.
    Dengan pembekalan dari artikel ini semoga pasangan yang masih muda dengan emosi labil dapat mendidik anak dengan sabar dan memberi pengertian yang baik.

    BalasHapus
  10. Saya sangat suka dengan artikel yang bapak tulis, ini juga pelajaran bagi saya dimana suatu saat nanti saya juga akan menjadi orang tua, melalui artikel yang bapak tulis ini saya bisa mengetahui dan belajar bagaimana mendidik/menyuruh anak tanpa memaksa.Tidak dipungkiri bahwa banyak orang tua menyuruh dan mendidik anaknya dengan cara memaksa supaya anak terlihat lebih baik dimata orang lain dan orang tua bangga akan prestasinya tanpa mempedulikan dampak psikologis sang anak. Padahal tanpa memaksa anak akan bisa dengan sendirinya tentunya melalui orang tuanya, tinggal bagaimana cara orang tuanya menyikapi dalam menghadapi anak seperti yang bapak tulis dalam artikel yaitu dengan affection,attention,affirmation, kemudian dengan contoh perilaku orang tuanya dihadapan anaknya, komunikasi yang baik dengan anak dan tentunya pendidikan agama yang baik dalam keluarga.
    (Noviati Fajariah,Program AKTA IV,UVAYA 2014)

    BalasHapus
  11. Artikel yang bagus, Pak. Dulu saya juga sering mendapat paksaan semacam itu dari orang tua bila disuruh mau mengerjakan ini itu. Contohnya saja adalah bila disuruh belajar kadang paksaan itu ada. Alhamdulillah dari "paksaan" itu sekarang saya jadi tahu seandainya tidak dipaksa mungkin saya tidak akan menjadi apa-apa sekarang ini. Mungkin paksaan itu ada baiknya, namun setelah menyadari zaman sekarang ini sudah berbeda, tampaknya mendidik seorang anak harus sesuai dengan judul tulisan Bapak ini, "Memahami anak, Menyuruh tanpa memaksa "
    (Gusti Fredy Abdillah, Program Akta IV, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  12. Tidak pernah terpikir sebelumnya kalau "memaksa" bisa menimbulkan akibat se-negatif itu pada anak.

    Sebelumnya saya pikir "memaksa" HANYALAH sebuah dari sekian banyak cara orang tua untuk membentuk perilaku anak. Memaksa memang cara termudah dan tercepat.

    Ditambah lagi, cara memaksa memang cukup ampuh. Minimal anak lama-kelamaan akan menyadari kalau selalu dipaksa itu tidak menyenangkan. Sehingga seiring bertambahnya usia, anak itu akan sadar sendiri untuk melakukan perilaku yang memang baik untuknya. *pengalaman pribadi sebagai anak*

    Sekarang, dari tulisan di atas, saya sudah mengetahui kalau memaksa bukanlah cara yang baik. Saya juga sudah mengetahui 5 langkah sederhana untuk menyuruh tanpa memaksa.

    Jadi, saya rasa tugas orang tua sekarang adalah menghilangkan kebiasaan memaksa tersebut dan menggantinya dengan kebiasaan menyuruh baru dengan 5 langkah sederhana diatas.

    Mungkin akan sulit melakukannya. Apalagi kalau memaksa sudah jadi kebiasaan. Tapi seperti kata pepatah, dimana ada kemauan pasti ada jalan. Semangat buat para orang tua :)

    (Ira Mustika, Program Akta IV, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  13. Artikel ini memberikan inspirasi bagi para orang tua dan guru. Memang mendidik anak tanpa memaksa sulit dilakukan tapi pemaksaan awal dilanjutkan penyadaran secara bertahap akan berhasil lebih baik. Sebagai contoh : Shalat 5 waktu bagi kaum muslimin/muslimah, mula-mula pemaksaan tapi diiringi penambahan ilmu, suri keteladanan dan pola komunikasi yang baik dari orang sekitar (orang tua), maka timbul kesadaran dalam kebutuhan yang mendasar, tanpa melakukan shalat ada merasa yang kurang dalam hidup. Yang penting adalah dasar ilmu pengetahuan (affection, attention, appreciation, suri keteladanan, pola komunikasi yang baik, ajakan dan dialog secara bertahap) yang harus dimiliki dulu oleh seorang pendidik (di keluarga adalah orang tua, di sekolah adalah guru). Insya Allah sebagai seorang pendidik akan berhasil menghadapi berbagai watak, kepribadian, perilaku dari setiap anak yang berbeda.
    (Trisyanita Yuniasari, Program Akta 4, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  14. setelah membaca artikel Bapak,, Ya ternyata benar kita bisa saja menyuruh tanpa memaksa,, Cenderung para orang tua berfikir dengan memaksa merupakan jalan keluar untuk mewujudkan keinginan mereka tanpa membayangkan atau memikirkan bagaimana perasaan atau mental anak tersebut,, apakah merasa senang atau tidak ternyata keadaan tersebut malah membuka jalan membentuk prilaku dan pola fikir yang tidak baik bagi si anak.
    Oleh karena itu dengan tips atau teknik - teknik yang Bapak jelaskan dalam artikel tersebut dapat diterapkan oleh para orangtua dalam mendidik anak supaya timbul kesadaran bagi si anak untuk melakukan hal-hal yang diinginkan orang tua tanpa ada beban atau paksaan yang tentu semua itu perlu proses sehingga lama kelamaan anak akan terbiasa.
    Semoga ilmu ini dapat diterapkan oleh semua orang tua agar dapat terbentuk mental - mental anak masa depan yg lebih baik. amieen...
    (Rezqi Hatimah, Program Akta 4, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  15. Artikel ini sangat bagus sekali, saya merasakan manfaat dari tulisan ini, setelah membaca ini saya lebih tau apa yg seharus nya orang tua lakukan terhadap anak, agar anak tidak merasa dipaksa untuk melakukan apa yag kita suruh, tetapi juga sebagai orang tua harus bisa belajar mengendalikan emosi dan dengan penuh kesabaran, dengan emosi yg terkendali pasti bisa melaksanakan nya.
    (Yanuar Rosyadi, Program Akta 4, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  16. Artikel yang sangat bermanfaat sekali. Memang betul kalau kita bisa menyuruh anak tanpa memaksa kenapa harus memaksa. Saya rasa menyuruh dengan memaksa dapat menimbulkan efek negatif karena si anak merasa terpaksa melakukan sesuatu sehingga tidak ada rasa ikhlas dalam mengerjakan sesuatu. Kita dapat menyuruh anak tanpa memaksa dengan memberikan motivasi dan himbauan terhadap anak sehingga anak merasa enjoy dengan apa yang kita suruh. Memang menyuruh tanpa memaksa memerlukan kreatifitas orang tua dan juga diperlukan kesabaran.

    (Akhmad Zubairi, Program Akta 4, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  17. Tulisan yang sangat bagus dan sangat menarik. Mungkin kebanyakan orang tua tidak mengetahuinya, karena seperti yang Bapak pernah sampaikan di kelas bahwa sekolah atau pendidikan menjadi orang tua yang baik dan benar memang tidak ada. Semuanya berjalan secara alami menurut perkembangan tiap individu yang mana hal tersebut akan terus berkelanjutan. Saat seseorang berkeluarga dan mempunyai anak, maka diapun akan mempraktekkan lagi yang pernah dilakukakan oleh orang tuanya dulu terhadap dirinya. Jadi, sudah sepatutnya para orang tua membuka pikirannya bahwa untuk menyuruh anak bisa dilakukan tanpa perlu adanya paksaan.

    Dari 5 langkah sederhana yang dipaparkan di atas, menurut pemikiran saya, mungkin para orang tua juga perlu untuk memasuki dunia pikiran sang anak (hobi dan bakat sang anak apa). Hal itu sangat bermanfaat, karena dengan mengetahui hobi dan bakat sang anak, orang tua bisa menyalurkan hobi sang anak kearah yang positif, serta mengarahkan bakat yang anak punyai dengan benar. Dan pada akhirnya membuat hubungan orang tua dan anak menjadi lebih dekat, karena adanya dukungan dan perhatian yang tulus dari orang tua.

    (Erfan Ramadhani, Program Akta IV, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  18. Menurut saya memaksa adalah hal yang sangat mudah untuk anak supaya nurut dengan kita. Kalau dilihat dari sikap orang tua untuk memaksa anak dapat dilihat dari hal positif misalnya:memaksa anak belajar makan teratur tidur Dll.b sikap prilaku orang tua tersebut untuk kebaikan anak juga ,jika tidak dipaksa maka anak tersebut melas belajar,males makan, dan tidurnya pun tidak teratur.maka hal tersebut sangat berpengaruh baik dari ilmu pengetahuan ,maupun kesehatan. Tetapi dengan cara dipaksa lama kelamaan anak tersebut akan jenuh dan dia pun meraSA dikekang ,dan lama kelamaan di merasa hidupnya terus diatur.
    Cara yang tepat agar tidak memaksa ialah:
    - Menjelaskan pentingnya belajar ,karena belajar adalah tabungan dimasa depan.
    - Menjelaskan pentingnya makan da tidur teratur , karena penting nya kesehatan bagi tubuh.
    Dengan menjelaskan hal tersebut maka anak akan mengerti , dan dia menurut tanpa dipaksa..
    NAMA:ANITA
    NPM: 12862061354
    FKIP:PGSD
    SEMESTER:IV
    UNIVERSITAS ACMAD YANI BANJARMASIN 2014

    BalasHapus
  19. Menurut saya menyuruh anak dengan memaksa itu bukan lah hal yang bagus karena cara seperti itu bisa berpengaruh ke karakter anak dan tak tahunya justru karena hal itu dapat menyebabkan banyak anak-anak yang membrontak !

    Ketika anak-anak menerima perintah orang tua yang selalu diulangi secara terus menerus, maka otaknya akan menjadi perisai alami atas informasi-informasi ini, yaitu yang biasa kita sebut "masuk telinga kiri, ke luar telinga kanan".

    Yang lebih mengkhawatirkan, jika orangtua selalu menggunakan pola seperti menyuruh dengan memaksa, maka dalam beberapa waktu kemudian si anak akan merasa jemu atau bosan mendengarnya lagi, menjadi "mati rasa". Kendati ia tahu apa yang dikatakan orangtuanya itu memang benar, mungkin ia tidak akan senang mendengarnya, dan tidak bersedia melakukannya sesuai keinginan orangtua .

    saya sangat setuju dengan artikel di atas bahwa menyuruh anak itu tidak perlu memaksa.kita bisa mendekati anak dengan lemah lembut,merubah kata suruhan menjadi lebih halus. meskipun pada kenyataannya sangat sulit menyuruh anak tanpa memaksa .tetapi dengan menerapkan cara cara yang di contohkan artikel diatas saya yakin lama kelamaan orang tua pasti bisa menyuruh anak tanpa harus memaksa.

    ( Yessy Silviani,Program Akta 4, UVAYA BANJARMASIN 2014 )

    BalasHapus
  20. Artikel yang saya baca ini merupakan pelajaran yang sangat berharga terutama untuk saya pribadi, dimana saya kadang memaksa adik untuk melakukan sesuatu yang menurut saya berguna untuk dirinya sendiri seperti halnya belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Setelah saya membaca artikel sampai selesai, ternyata apa yang selama ini saya terapkan terhadap adik adalah salah. Dan membuka mata hati dan pikiran saya untuk lebih melakukan pendekatan extra terhadap anak yang beranjak remaja.
    Ini tidak hanya menjadi pelajaran untuk saya, tetapi untuk semua kaum dewasa agar tidak terlalu memaksakan kehendak terhadap anak yang mulai beranjak remaja, karena bagaimanapun mereka masih memiliki sifat frontal,yang terkadang mereka pun belum mengerti.
    Lili Noviyanti (Akta IV UVAYA 2014)

    BalasHapus
  21. Saya sangat setuju dengan tulisan bapak..tulisan bapak menyadarkan saya..terkadang saya pun td nya berfikir bahwa dengan memaksa anak kita dpt menyuruh anak melakukan apa yg kita ingin kan.Padahal hal itu dpt memberikan dampak negatif dikemudian hari..

    Sebagian orang awam menganggap memaksa merupakan cara efektif untuk menyuruh anak tanpa menyadari dampak psikologis anak dalam perkembangannya..Padahal dengan cara memberi kasih sayang dan perhatian yg tulus seperti yg bapak kemukakan diatas sdh cukup untuk membentuk pola pikir anak agar melakukan sesuatu dengan kesadaran sendiri bukan karna imbalan dan sebagainya..

    Semoga sy dpt menerapkan ilmu yg sy dpt dari bapak dalam mendidik anak2 saya ke depan..
    Mustika Rahmadini,Program Akta IV 2014, Uvaya

    BalasHapus
  22. menurut saya artikel di atas itu memang benar adanya namun teori sangat sulit di terapkan dalam kehidupan nyata. namun saya setuju dengan artikel Bapak bahwa menyuruh tanpa memaksa anak harus di lakukan oleh para orang tua meski sulit. problema di masyarakat mengenai masalah ini karena para orang tua banyak yang kurang paham dalam membentuk pola asuh anak.

    Mungkin akan sulit melakukannya. Apalagi kalau memaksa sudah jadi kebiasaan.Semoga saya kelak dapat menerapkan teori di atas di kehidupan nyata :)



    dalam rumah tangga tidak hanya ada ibu, ayah, adik, dan kakak tp juga paman ,bibi dan anggota kelurga lainnya yang mempunyai pola pikir yang berbeda-beda sehingga dalam menerapan 5 poin di atas mungkin sulit di terapkan dalam prakteknya. akan tetapi untuk para orang tua dan para orang dewasa berusaha menerapan "menyuruh tanpa memaksa".

    (Ira Wati, Program Akta IV, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  23. Artikel yang menarik dan inspiratif……
    “Menyuruh tanpa memaksa”, hal yang dipahami bahwa dengan memaksa, anak akan selalu mengikuti apa yang orang tua katakan. Padahal dengan dipaksa, jiwa anak seperti ditekan untuk mengikuti kehendak dari orang tua. Hal itu sangat berpengaruh terhadap psikologis dan perkembangan anak. Menyuruh Dengan memaksa, lama kelamaan akan mengakibatkan munculnya jiwa berontak anak.
    Mulailah melakukan perubahan dalam mendidik anak. Ganti pola lama “menyuruh dengan memaksa” dengan “menyuruh tanpa memaksa” berdasar 5 langkah kecil pada artikel di atas, untuk dapat menerapkannya memang agak sulit, dan memerlukan waktu. Tetapi dengan mencoba dan terus mencoba menerapkan hal tersebut dengan konsisten,insya allah bisa dilakukan.

    ( Adi Muttaqin, Program Akta IV, UVAYA, 2014)

    BalasHapus
  24. Artikel yang menarik "MENYURUH TANPA MEMAKSA" tentunya bermanfaat bagi para orang tua dalam mendidik anak serta memberikan pengetahuan dan wawasan bagi para orang tua dan juga calon orang dalam hal memahami prilaku anak.

    Semoga kita semua dapat menerapkan langkah sederhana yang dimuat dalam artikel ini dalam kehidupan sehari hari..

    (Herliyana, Program Akta IV, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  25. Sangat inspiratif, khususnya bagi orang tua yang ingin mendidik anaknya dengan cara-cara yang tepat, tanpa membuat mental dan perasaan seorang anak tertekan / terpaksa sehingga membuat pola pikir dan perkembangan pribadi anak menjadi lebih baik dibandingkan dengan didikan melalui cara instan yang sering kita kerjakan pada kehidupan nyata...
    Terlebih lagi saya sangat setuju dengan pendapat bapak tentang cara sederhana mendidik anak melaui cara : Memberikan "makanan jiwa" anak dengan tiga "A".
    Memang apapun profesi kita, baik itu seorang guru di sekolah ataupun orang tua di rumah, kita akan menjadi panutan / guru bagi anak kita, dalam kehidupan sehari-hari...
    salam Superz ...
    Arya Fitriadi, Program Akta 4, UVAYA 2014

    BalasHapus
  26. Saya sangat suka dengan artikel bapak. Ini menjadi pelajaran bagi saya untuk jadi orang tua yang baik. Semoga saya dapat mempraktikkannya pada anak saya nanti. Tapi bagaimana orang dewasa yang sudah menjadi robot dengan remote control akibat dari paksaan tadi, apakah bisa dibentuk kembali pola pikirnya?

    BalasHapus
  27. Isi dari artikel yang Bapak tulis berhasil menginspirasi saya dan mungkin juga akan menginspirasi banyak orang jika pesan dari artikel Bapak ini disampaikan ke masyarakat, terutama kepada para orangtua dan guru yang memiliki posisi yang sangat penting dalam perkembangan anak.
    Menyuruh tanpa memaksa mungkin memang dirasa sulit untuk diaplikasikan tanpa niat dan usaha dari orangtua dan guru itu sendiri. Karena menyuruh dengan memaksa sudah terlanjur dianggap sebagai cara yang ampuh agar anak/murid menuruti orangtua dan guru dengan menunjukkan perubahan perilaku sesuai dengan yang diharapkan orangtua dan guru tersebut.
    Hal ini karena pola pikir kebanyakan orangtua dan guru yang mengartikan bahwa "menyuruh" adalah perintah dan perintah identik dengan nuansa paksaan dan keharusan. Pola pikir ini mungkin terbentuk karena mereka yang sekarang menjadi orangtua dan guru, dulunya dididik dengan cara disuruh dengan paksaan dan cara itu berhasil mengubah perilaku merekan. Padahal, cara itu berhasil kemungkinan karena faktor "takut" pada orangtua dan guru yang menyuruh. Kebanyakan dari mereka tidak menyadari bahwa cara tersebut salah, sehingga mereka juga menerapkan cara itu untuk mendidik anak/murid mereka.
    Senada dengan 5 langkah yang Bapak tulis, yaitu memberikan makanan jiwa (afection, attention, dan afirmation), menampilkan perilaku terbaik dihadapan anak, berkomunikasi dengan berdialog, membuat kata suruhan dengan kata tanya atau ajakan, dan secara perlahan mebentuk kesadaran melakukan sesuatu dengan memberikan sugesti. Saya sangat setuju dan mengambil benang merah bahwa pola pikir orangtua dan guru bahwa "menyuruh" bukanlah perintah yang identik dengan paksaan/keharusan, melainkan "menyuruh" adalah suatu ajakan yang lebih bernuansa kelembutan. Sehingga diharapkan hasil perubahan perilaku yang terbentuk dari suruhan yang bernuansa ajakan akan lebih postif daripada hasil dari suruhan dengan paksaan.
    (KHAIRUN ATHIYA, PROGRAM AKTA IV, UNIVERSITAS ACHMAD YANI, 2014)

    BalasHapus
  28. Semoga ilmu ini dapat diterapkan oleh semua orang tua agar dapat terbentuk mental - mental anak masa depan yg lebih baik. amieen...
    (Handrianus Bahi, PROGRAM AKTA IV, UNIVERSITAS ACHMAD YANI, 2014)

    BalasHapus
  29. Penerapan nilai-nilai dari norma yang berlaku (agama, kesopanan, kesusilaan, hukum, dll) sedini mungkin sesuai dengan tahap perkembangan anak, sehingga secara pribadi diharapkan munculnya kesadaran, berkembangnya daya pikir, dan rasa tanggung jawab atas sesuatu yang ditugaskan kepadanya.
    Seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam “tulisan” tersebut, bahwa menyuruh tanpa memaksa itu seyogyanya bisa dilakukan, hanya bergantung dari pribadi masing-masing bagaimana cara mengaplikasi hal tersebut ke dalam kisah nyata. Kesadaran dan kerjasama kedua belah pihak tentunya akan menjadi poin penting dalam terlaksananya sebuah komitmen.
    Mempelajari tingkah laku anak, dengan tetap berpedoman bahwa tiap anak punya karakter favorit masing-masing yang tentunya akan menjadi si moodbooster jika hal itu dilakukan dengan sesuai dan bisa menjadi boombooster jika kita salah menggunakan, bahkan jika itu hal benar untuk dilakukan. Pengendalian ego juga akan sangat mempengaruhi hasil akhir suatu metode. Pemberian reward saya sarankan untuk dilakukan (berdasar pengalaman pribadi) akan menjadi moodbooster yang cukup ampuh.
    Saya berharap, metode yang tertulis dalam “tulisan” tersebut akan menjadi suatu motivasi, suatu pandangan baru terhadap metode pendidikan yang akhirnya akan menciptakan generasi yang berkualitas, tidak hanya dari segi ilmu pengetahuan, tetapi juga akhlak yang terpuji.

    (Munadzar Rita, Akta IV, Uvaya, 2014)

    BalasHapus
  30. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  31. Sudah tentu semua orang tua ingin anaknya menuruti kemauan orang tua, namun terkadang caranya kurang tepat, memaksa. Memaksa adalah langkah yang digunakan para orang tua agar si anak menuruti kehendak orang tua.

    Pemaksaan terhadap anak kebanyakan terjadi pada proses belajar anak, orang tua pasti ingin anaknya pintar dan berprestasi di sekolah sehingga memaksa agar anak mau belajar, cara ini memang ampuh tapi akan terjadi ketimpangan antara intelektual dan emosional si anak. Sebagai contoh kemampuan intelektual anak di atas rata-rata tetapi kemampuan emosionalnya tidak terkontrol yang dapat membuat anak tertekan, strees dan berontak.

    Lantas bagaimana cara menyikapi agar tidak perlunya pemaksaan dalam proses belajar anak? Dalam blog ini penulis (Makmun Khairani) sudah memaparkan proses dan tindakan yang harus di ambil orang tua antara lain affection, attention dan afirmation/appreciation.

    Dengan langkah diatas para orang tua diharapkan dapat mengerti dan mengaplikasikan dalam mendidik dan mengajar anak tanpa harus memaksa.

    ( RAHELIA, Mahasiswa Program AKTA IV, UVAYA, 2014 )

    BalasHapus
  32. menurut saya yang paling sulit untuk dilakukan adalah
    "Tampilkan perilaku kita yang terbaik dihadapan anak, yaitu perilaku ramah, lembut, sopan, tulus ikhlas, dan menjaga emosi kita agar tetap terkontrol, meskipun di depan anak yang sedang bandel. cerewet, nakal, dan perilaku menjengkelkan lain. Ini memang berat, tapi ini tugas kita dalam mengemban tanggungjawab terhadap "titipan" Tuhan."
    karena dari dulu kita para orang tua sudah terlanjul mendapat pendidikan yang "di suruh" bukan karena "kesadaran"
    jadi jika ingin mulai melakukan / mencoa semua yang d tulis di atas bagian tersulitnya adalah harus punya banyak "SABAR" !!!

    (Erwinda Ari Sasongko, Akta IV, Uvaya, 2014)

    BalasHapus
  33. Artikel Bapak yang ditulis secara sederhana, bersahaja, dan aplikatif ini tentunya sangat menginspirasi dan meningkatkan ilmu psikolog saya sebagai seorang guru maupun menjadi orangtua nantinya. Banyak orangtua membangkitkan kemarahan anak-anak mereka dengan terus-menerus mendesak dan memaksa mereka untuk berprestasi. Tanpa disadari sikap memaksa ini akan menghambat prestasi anak yang sesungguhnya. Faktor utama dalam belajar adalah minat dan ketekunan yang berasal dari diri sendiri. Jika orang tua bersikap memaksa, tanpa sadar orang tua sedang mematikan minat anak
    Saya mecoba mengulang kembali materi yang bapak sampaikan dipertemuan pertama perkuliahan tentang 5 kesalahan dalam mengasuh anak yaitu memaksa, mengancam, merendahkan atau membandingkan, melindungi anak secara berlebihan dan mengatakan hal yang negatif kepada anak. 5 kesalahan tersebut tak jarang kita temukan di lingkungan sekitar, baik dalam keluarga, maupun masyarakat. Kondisi atau dampak yang muncul ketika anak merasa terpaksa adalah stress pada anak sehingga merasa tertekan, tidak ceria, gugup, dan sebagainya. Dan sikap memaksa juga dapat menimbulkan hubungan yang tidak harmonis antara orang tua dan anak,karena orang tua akan merasa kecewa pada anak dan anak pun bisa jadi kecewa pada orang tuanya. Bahkan yang lebih bahaya demi memenuhi keinginan orang tua atau menghindari marah orang tuanya, anak bisa menghalalkan segala cara dalam meraih prestasi tertinggi
    Kembali kepada pertanyaan Bapak tentang mungkinkah menyuruh tanpa memaksa itu bisa dilakukan? Saya sangat setuju dengan 5 langkah sederhana yang Bapak sampaikan, namun karena saya belum merasakan menjadi orang tua, saya akan mencoba memodifikasi 5 langkah sederhana dari Bapak dari sudut pandang seorang guru, karena guru juga merupakan orang tua di sekolah.
    Guru memegang peran yang sangat strategis terutama dalam membentuk karakter serta mengembangkan potensi siswa. Keberadaan guru di tengah masyarakat bisa dijadikan teladan dan rujukan masyarakat sekitar. Peran guru sebagai pengajar dan pembimbing memiliki keterkaitan yang sangat erat dan keduanya dilaksanakan secara berkesinambungan sekaligus berinterpenetrasi serta merupakan keterpaduaan antar keduanya. Ada 5 elemen yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menyadarkan anak tentang pentingnya pendidikan
    1. Keteladanan
    Ada perumpamaan guru yang membimbing siswa bagaikan ukiran dengan tanah liat atau bayangan dengan tongkat. “Bagaimana tanah liat itu dapat terukir sendiri tanpa ada alat untuk mengukirnya, bagaimana bayangan akan lurus kalau tongkatnya bengkok”
    2. Inspirator
    Seorang guru akan menjadi sosok inspirator jika ia mampu membangkitkan semangat untuk berprestasi di sekolah
    3. Motivator
    Selain menjadi inspirator, peran guru selanjutnya adalah motivator, misalkan menciptakan suasana yang menyenangkan karena guru sebagai seorang yang memahami tingkat perkembangan siswa
    4. Dinamisator
    Seorang guru tidak hanya membangkitkan semangat tetapi juga menjadi “lokomotif” yang benar-benar mendorong gerbong ke arah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan dan kearifan
    5. Evaluator
    Sebagai Evaluator, guru harus selalu mengevaluasi setiap metode pembelajaran yang selama ini dipakai dalam pendidikan.
    Lima peran guru di atas menjadi starting point dalam merangsang dan merubah perilaku siswa yang dulunya harus “dipaksa” menjadi kesadaran akan pentingnya untuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang ia cita-citakan. Melalui sentuhan guru, diharapkan mampu menghasilkan anak yang bukan hanya cerdas secara intelektual, melainkan juga cerdas secara emosional dan spiritual serta memiliki kecakapan hidup.

    (Rama Regawa, Akta IV, Uvaya, 2014)

    BalasHapus
  34. Pertama saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak, setelah saya baca artikel ini, saya langsung mengajak istri saya juga untuk membacanya. Karena sampai saat ini saya juga masih belum terlalu mengerti bagaimana cara mendidik anak sejak dari usia dini sampai anak dewasa nanti.

    BalasHapus
  35. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  36. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  37. Saya setuju dengan Bapak. Menurut saya agar seorang anak berkembang menjadi pribadi yang cerdas, terampil, mandiri dan ekspresif tidak diawali dengan pemaksaan. Alangkah baiknya ketika menyuruh anak melakukan sesuatu bukan dengan memaksa tetapi menjelaskan apa alasannya. Karena, selama ini kebanyakan orang tua menyuruh atau melarang anak tanpa menjelaskan alasannya sehingga, hal ini akan menimbulkan ketidakmengertian bagi si anak. Dan sebaiknya para orang tua ikut aktif dengan kegiatan anak-anaknya agar dapat lebih mengerti apa yang diinginkan oleh anak karena, seperti yang kita ketahui setiap anak dilahirkan dengan bakat dan minat yang berbeda-beda. Agar orang tua lebih mengetahui kearah mana dia harus mengarahkan dan membimbing anaknya adalah dengan melibatkan diri dengan kegiatan si anak itu sendiri. Serta sebaiknya anak dibiasakan menentukan pilihannya sendiri, tidak hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh orang tua. Dan yang paling penting adalah komunikasi antara orang tua dan anak harus tetap terjaga.

    (Septi Pujirahayu, Program Akta IV, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  38. bujur,,bujur,,,bujur,,,menurut blog bapa,,anak tidak harus dipaksa tapi harus diarahkan,,proses pengarahannya juga tidak boleh menggunakan paksaan tapi dilakukan dengan cara halus. setiap sesuatu yang dipaksakan akan berdampak tidak baik bagi anak,,,
    (Fahrorazi. Program Akta IV, 2014)

    BalasHapus
  39. Artikel yang sangat bagus sekali,,Saya setuju dengan artikel yang bapa tulis sebuah artikel sederhana yang sangat banyak manfaatnya,,Menurut saya menyuruh anak untuk melakukan sesuatu dengan cara memaksa bukanlah hal yang baik karena dapat merusak mental anak itu sendiri,menyuruh anak dengan cara memaksa bisa membuat anak malah memberontak dengan orang tua,,Cara memaksa bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan orangtua agar anaknya mau menuruti apa yang diperintahkan oleh orang tua,,Untuk orang tua ada baiknya ketika menyuruh anak untuk melakukan sesuatu dengan cara lemah lembut karena dengan cara itu anak akan mengerti dan merasa dihargai oleh orangtuanya,,

    STOP Pemaksaan, Karena pemaksaan dapat merusak mental ANAK,,

    (HELMIANNOR..Program AKTA IV UVAYA 2014)

    BalasHapus
  40. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  41. Artikel yang sangat bagus sekali,,Saya setuju dengan artikel yang bapa tulis sebuah artikel sederhana yang sangat banyak manfaatnya,,Menurut saya menyuruh anak untuk melakukan sesuatu dengan cara memaksa bukanlah hal yang baik karena dapat merusak mental anak itu sendiri,menyuruh anak dengan cara memaksa bisa membuat anak malah memberontak dengan orang tua,,Cara memaksa bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan orangtua agar anaknya mau menuruti apa yang diperintahkan oleh orang tua,,Untuk orang tua ada baiknya ketika menyuruh anak untuk melakukan sesuatu dengan cara lemah lembut karena dengan cara itu anak akan mengerti dan merasa dihargai oleh orangtuanya,,

    STOP Pemaksaan, Karena pemaksaan dapat merusak mental ANAK,,

    (HELMIANNOR..Program AKTA IV UVAYA 2014)

    BalasHapus
  42. Sebuah artikel yang padat, jelas dan berisi dalam mengasuh serta mendidik perkembangan anak."Menyuruh tanpa memaksa" menurut saya bisa dilakukan dengan cara memberikan makanan jiwa pada anak yaitu 3 “A” :
    1. Afection (Kasih sayang yang tulus pada anak tanpa mengharap balasan).
    2. Atention (Perhatian tulus pada kebutuhan anak baik perkembangan fisik maupun psikis).
    3. Afirmation/ Apreciation (Penghargaan terhadap anak secara tulus).
    Maka 3 “A” lah yang harus dilakukan para orang tua dalam mengarahkan perkembangan buah hatinya sebagai suntikan batin dalam diri anak sehingga berperilaku berdasarkan kesadaran sendiri. Bukan dengan cara memaksakan kehendak mereka untuk membentuk perilaku yang dikehendaki secara instan.Pemaksaan tanpa disadari berbuah buruk seperti tak mau bekerja tanpa pamrih, sulit berkembang daya inisiatif, jauh dari kreatifivas, bahkan lebih parahnya jiwa mereka seolah hilang, dia hidup seperti robot serta merusak perilaku anak.
    ( ABDULLAH.Program AKTA IV UVAYA 2014 )

    BalasHapus
  43. Bicara anak pasti berhubungan dg sft manusia, dmana kita semua tahu bahwa manusia beda dg komputer ataupun robot yg mana kalau kita perintahkan pasti akan menuruti, Kalau manusia kdg mau kadang tidak mau.
    Menyuruh manusia apalagi anak-anak memang hrs melihat keadaan anak tersebut, kita tdk bs langsung memaksakan keinginan kita dituruti oleh anak tersebut.
    Dalam hal menyuruh anak saya sependapat dg artikel bapa, dmana kita tidak memaksa anak, tp kita harus bimbing anak pelan-pelan supaya mau mengikuti apa yg kita mau.
    Kita bisa memaksa anak untuk mau kita suruh, tp anak yg kita suruh tidak seperti sedang terpaksa atau tertekan dengan yang kita lakukan.

    (Masyhur, akta IV UVAYA 2014)

    BalasHapus
  44. Alhamdulillah ..
    saya mendapatkan ilmu lagi dengan membaca artikel bapak, artikelnya sangat bangus, sangat mendidik terutama bagi yg mempunyai anak , ......

    BalasHapus
  45. oh iya maaf kelupaan ...
    saya ( Gst. M. Faisal Amrurrahman.Program AKTA IV UVAYA 2014 )

    BalasHapus
  46. artikel yang bagus sekali,,,menyuruh tanpa memaksa,,,
    seringkali anak disuruh dengan dipaksa dapat membuat anak tersebut menjadi jengkel dan memendam amarah dihati jdi membuat anak merasa terkekang,,jadi seharusnya orang tua menyuruh dengan sesuai kesukaan anak tersebut, jadi anak tersebut pun jadi melakaukannya dengan senang hati,,

    (Farid Alfian N.R, AKTA 4 UVAYA 2014)

    BalasHapus
  47. menyuruh tanpa memaksa...
    mungkin pada kebanyakan org tua byk yg blm sadar yaitu dgn menyuruh anak dengan memaksa, dan memotivasi anak tentu sangat baik., tetapi target yg tinggi justru dapat mmbuat ank tertekan , oleh karena itu sbaiknya org tua bersikap realistis dlm memasang target buat anak.

    (Ikhsan Setiadi , AKTA 4 UVAYA 2014)

    BalasHapus
  48. Artikel yang sangat menggugah hati nurani orang tua,guna dapat lebih bijak menyikapi sikap atau tindakan anak..perkembangan zaman dewasa ini memacu orang tua harus lebih bijak menyikapi anak-anaknya...dengan artikel bapak diatas semoga dapat memberikan sumbangsih kepada orang tua dalam menghadpi tingkah laku anaknya..

    (M KASPUL ANWAR == AKTA IV UVAYA BANJARMASIN 2014)

    BalasHapus
  49. Artikel ini sangat membantu saya sebagai calon orang tua sebagai suatu pembelajaran tentang bagaimana nanti cara mendidik menyuruh anak tanpa harus memaksa. Dari pengalaman dari keponakan saya yang menurut saya orang tua ny mendidik / menyuruh anak tsb dgn cara memaksa & emosi, sehingga anak tsb menjadi anak penurut hanya didepan orang tua nya saja sedangkan apabila orang tua nya tidak ada anak itu menjadi anak yg pembangkang & tidak penurut malah sampai berani melawan apa bila dinasehati orang lain. Dari kasus diatas bisa saya ambil pelajaran bahwa seharusnya orang tua bisa berkomunikasi secara baik dengan anak & mendiskusikan apa yang diinginkan orang tua beserta alasannya & apa yang diinginkan anak dengan alasan nya juga sehingga antara orang tua & anak saling pengertian. ( Rismayani, Program Akta IV, UVAYA 2014)

    BalasHapus
  50. Artikel ini sungguh bagus..
    Terkadang anak tidak suka kalo terlalu memaksa dan mengancam, anak pasti akan membangkang dengan orang tuanya, kalo pun anak menurut itu pun pasti hanya sementara. Karena tertanam dalam diri anak bahwa untuk mengerjakan sesuatu bukan atas kesadarannya melainkan karna rasa takut.

    DESSY FATRISIA AKTA 4 UVAYA 2014

    BalasHapus
  51. artikel ini sangat membantu saya yang baru 3 bulan menjadi seorang ibu memang pola asuh anak dalam keluarga merupakan sebuah hal penting yang tidak boleh diabaikan sedikitpun. Kita harus mengetahui bagaimana cara menerapkan pola asuh anak dalam keluarga dengan baik, dan jangan asal dalam menerapkan aturan kadang kita sering memaksakan sebuah kewajiban tanpa alasan contohnya seperti menyuruh anak belajar memang belajar merupakan sebuah hal yang sangat baik, namun anak merasa malas melakukannya karena kita hanya memaksa dan terus memaksa tanpa memberikan alasan yang jelas kenapa kita tidak mencoba untuk memberikan perintah dengan lembut dan menjelaskan kenapa hal tersebut harus dilakukan. semoga saya bisa membimbing anak saya dengan benar.

    LATIFAH AKTA 4 UVAYA 2014

    BalasHapus
  52. artikel yang sangat bangus untuk diterapkan dalam pola mendidik anak,

    Pola pendidikan anak sudah diajarkan dan di praktekkan oleh Rasululluah SAW bahkan menjadi seorang kakek pun sdh d contohkan oelh Rasulullah SAW

    Rasulullah dalam mendidik anak membagi dalam 4 tahapan yaitu :

    4 tahap bagaimana mendidik anak mengikut sunnah Rasulullah s.a.w adalah :


    1) Umur anak-anak 0-6 tahun. Pada masa ini, Rasulullah s.a.w menyuruh kita untuk memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan kasih sayang yg tidak berbatas. Berikan mereka kasih sayang tanpa mengira anak sulung mahupun bongsu dengan bersikap adil terhadap setiap anak-anak. Tidak boleh dipukul sekiranya mereka melakukan kesalahan walaupun atas dasar untuk mendidik.
    Sehingga, anak-anak akan lebih dekat dengan kita dan merasakan kita sebagai bagian dari dirinya saat besar, yang dapat dianggap sebagai teman dan rujukan yang terbaik. Anak-anak merasa aman dalam meniti usia kecil mereka karena mereka tahu anda (ibu bapak) selalu ada disisi mereka setiap masa.


    2) Umur anak-anak 7-14 tahun. Pada tahap ini kita mula menanamkan nilai DISIPLIN dan TANGUNGJAWAB kepada anak-anak. Menurut hadits Abu Daud, “Perintahlah anak-anak kamu supaya mendirikan shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun dan asingkanlah tempat tidur di antara mereka (lelaki dan perempuan). Pukul itu pula bukanlah untuk menyiksa, cuma sekadar untuk mengingatkan mereka. Janganlah dipukul bagian muka karena muka adalah tempat penghormatan seseorang. Allah SWT mencipta sendiri muka Nabi Adam.
    Sehingga, anak-anak akan lebih bertanggungjawab pada setiap suruhan terutama dalam mendirikan sholat. Inilah masa terbaik bagi kita dalam memprogramkan kepribadian dan akhlak anak-anak mengikut acuan Islam. Terserah pada ibu bapak apakah ingin menjadikan mereka seorang muslim, yahudi, nasrani ataupun majusi.


    3) Umur anak-anak 15- 21 tahun. Inilah fasa remaja yang penuh sikap memberontak. Pada tahap ini, ibubapa seeloknya mendekati anak-anak dengan BERKAWAN dengan mereka. Banyakkan berborak dan berbincang dengan mereka tentang perkara yang mereka hadapi. Bagi anak remaja perempuan, berkongsilah dengan mereka tentang kisah kedatangan ‘haid’ mereka dan perasaan mereka ketika itu. Jadilah pendengar yang setia kepada mereka. Sekiranya tidak bersetuju dengan sebarang tindakan mereka, hindari menghardik atau memarahi mereka terutama dihadapan saudara-saudaranya yang lain tetapi gunakan pendekatan secara diplomasi walaupun kita adalah orang tua mereka. Sehingga, tidak ada orang ketiga atau ‘asing’ akan hadir dalam hidup mereka sebagai tempat rujukan dan pendengar masalah mereka. Mereka tidak akan terpengaruh untuk keluar rumah untuk mencari kesenangan lain karena memandangkan semua kebahagian dan kesenangan telah ada di rumah bersama keluarga.


    4) Umur anak 21 tahun dan ke atas. Fase ini adalah masa ibu bapak untuk memberikan sepenuh KEPERCAYAAN kepada anak-anak dengan memberi KEBEBASAN dalam membuat keputusan mereka sendiri. Ibu bapak hanya perlu pantau, menasehati dengan diiringi doa agar setiap tindakan yang diambil mereka adalah betul. Berawal dari pengembaraan kehidupan mereka yang benar di luar rumah. InsyaAllah dengan segala displin yang diasah sejak tahap ke-2 sebelum ini cukup menjadi benteng diri buat mereka. Ibu bapak jangan lelah untuk menasihati mereka, kerana kalimat nasihat yang diucap sebanyak 200 kali atau lebih terhadap anak-anak mampu membentuk tingkah aku yang baik seperti yang ibu bapak inginkan.


    MUHAMMAD INDRA AKTA 4 UVAYA 2014

    BalasHapus
  53. Saat saya membaca artikel ini langsung terbesit dihati saya,bila suatu saat nanti saya sudah menikah dan mempunyai anak,saya ingin menerapkan hal ini,yaitu "menyuruh anak tanpa memaksa"karena selama ini saya sering melihat orangtua dalam mendidik anak mereka dengan cara memaksa bahkan mengancam seorang anak agar mau melakukan hal yang orangtua suruh,tanpa ada inisiatif,keinginan,bahkan ketulusan dari diri mereka sendiri untuk melakukan sesuatu itu,dan hal ini akan menjadi kebiasaan dari anak itu sendiri kedepanya,mereka mau disuruh apabila dipaksa atau diancam.Artikel ini sangat bagus dan bermanfaat bagi orangtua dalam mendidik tumbuh kembang buah hati mereka.Semoga artikel ini bisa dibaca dan diterapkan para orang tua....Aminnnnn......

    Linda Yunani Akta IV Uvaya 2014

    BalasHapus
  54. Awalnya saya sependapat dengan komentar orang-orang bahwa anak itu seperti selembar kertas putih yang kosong, sehingga dengan mudah membentuk karakter anak.
    Dan orang tualah yang sangat berperan dalam mendidik dan memberikan contoh terbaik pada anaknya meskipun biasanya cara orang tua dengan 'memaksa'.
    Tapi setelah saya membaca artikel bapak, saya menyadari bahwa mendidik anak dengan cara memaksa atau memberikan iming-iming upah setelah si anak melakukan sesuatu adalah cara yang kurang tepat dan dari artikel bapak saya mengetahui 5 langkah sederhana untuk menyuruh tanpa memaksa.
    (Hermayanti.UVAYA AKTA IV 2014)

    BalasHapus
  55. Awalnya saya sependapat dengan komentar orang-orang bahwa anak itu seperti selembar kertas putih yang kosong, sehingga dengan mudah membentuk karakter anak.
    Dan orang tualah yang sangat berperan dalam mendidik dan memberikan contoh terbaik pada anaknya meskipun biasanya cara orang tua dengan 'memaksa'.
    Tapi setelah saya membaca artikel bapak, saya menyadari bahwa mendidik anak dengan cara memaksa atau memberikan iming-iming upah setelah si anak melakukan sesuatu adalah cara yang kurang tepat dan dari artikel bapak saya mengetahui 5 langkah sederhana untuk menyuruh tanpa memaksa.
    (Hermayanti.UVAYA AKTA IV 2014)

    BalasHapus
  56. artikel yang sangat bagus untuk diterapkan dalam pola mendidik anak2,
    sehingga dapat mendidik seorang anak menjadi karakter yg lebih baik, meskipun dengan adanya sedikit memaksa itu bukan lah suatu masalah karena kita kembalikan lagi pada orang tua bagaimana cara mereka mendidik anak

    (sofyan hakim, akta 4 2014 )

    BalasHapus
  57. Menurut pendapat sayang, pola ini memang bagus dan seharusnya diterapkan,, kita sekarang terfocus pada pola fikir-pola fikir memaksa,,, dan ini juga dapat diterapkan pada hal yang lain,, karna memaksa memang akan mendapatkan hasil namun kan berimbah pada hal yang lain,,,,

    (Rendra..Program AKTA IV UVAYA 2014)

    BalasHapus
  58. Setelah mebaca Artikel ini saya jadi Tau, ternyata memaksakan sesuatu terhadap Anak itu ternyata Kurang Bagus, Karna jujur saya dari kecil di didik dengan teknik didikan di Paksa... dan benar ketika saya besar jika saya tidak di Remote Control maka saya susah untuk bergerak sendiri dan melakukan Inisiatif bertindak sendiri.... akibatnya saya aka bergerak ketika dipaksa....


    EKA SUJATRIA PATRAJAYA ( UVAYA AKTA IV 2014 )

    BalasHapus
  59. Menurut saya kebiasan-kebiasan yang di lakukan orang tua seperti sering membaca kan menjadi kegiatan setiap hari akan memberi contoh anak kita untuk selalu belajar, krn kebiasaan yang kita miliki akan berpengaruh ke prilaku anak, pendidikan yang oleh sekolah, kebiasaan untuk bependapat dan berani tampil di depan tanpa di suruh akan juga berpengaruh, krn tanpa di suruh anak pun akan minta, nah kebiasaan inilah yang sangat berpengaruh seperti Bapak Tulis di atas, unsur gen orang tua, mungkin ada pengaruhnya juga pak.
    Herman Nove, ( UVAYA AKTA IV, 2014)

    BalasHapus
  60. Pola didik anak menjadi bahasan favorit saat ini, banyak buku, artikel, seminar yang secara khusus membahas tentang ini. hal ini berarti barbagai kalangan dan segmen masyarakatsudah menyadari fakta yang terjadi saat ini bahwa akibat tututan kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuat kebanyakan para orang tua secara sadar ataupun tidak memang sudah melupakan kodratnya/tugas utama nya sebagai orang tua yang mendidik, mengasuh dan mengajarkan anaknya. sebatas meninggalkan kepada pengasuh, memberikan uang bahkan menyerahkan anaknya untuk "dibentuk" oleh sekolah. banyak kasus yang akhirnya membuat para orang tua sadar dan patut was-was terhadap ketidak sesuaian pola asuh yang menimbulkan dampak, seperti kurang komunikasi, anak menjadi "penipu/pencuri/pembohong cilik" supaya tampil sempurna di hadapan orang tuanya dan banyak hal lainnya seperti dalam tulisan di atas.
    Tulisan ini sangat mudah diterima karena sangat realistis sehingga alangkah baiknya jika dibaca dan dipahami oleh para orang tua untuk merubah paradigma/pola pikir sehingga apabila terjadi sesuatu terhadap anaknya tidak mencari kambing hitam melainkan mengambil alih tanggung jawab dan menyiapkan anaknya untuk bisa hidup dengan nilai budi pekerti yang baik di didunia yang semakin "jahat".
    menerapkan gaya didikan "menyuruh tanpa memaksa" sangat mungkin dilakukan baik dilingkup keluarga maupu sekolah, oleh orang tua maupun guru yaitu membiasakan perilaku yang baik dan benar kepada anak harus didahulukan dengan perilaku yang baik dan benar pula oleh orang tua taupun guru, orang tua dan guru tidak sekedar jaga image di depan anak atau murid,karena jika sekali saja anak mengetahui orang tuanya, gurunya berperilaku "palsu" (yang diucapkan/diajarkan beda dengan yang dilakukan) maka bisa merusak kepercayaan dan hormat anak kepada orang tua/guru, ibarat pepatah "karena nila sedikit, rusak susu sebelanga". prinsip mendidik digugu dan ditiru itu sama,berlaku pada orang tua dan guru.
    sifat dan karakter anak dibentuk sejak di lingkungan keluarga,anak adalah cerminan dari orang tuanya dan keadaan keluarganya. orang tua dan guru memiliki peran yang hampir sama yaitu demontrator, pengelola kelas/rumah, mediator, fasilator, evaluator, pengajar, pemimpin, konselor, agen pembaharuan walaupun bentuk, lingkup, kualitas, kuantitas serta prosentase yang sangat berbeda. guru dan orang tua bersinergi dan saling melengkapi dalam membentuk anak agar menjadi generasi tangguh dengan 3 dasar kecerdasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor yang seimbang.

    demikian tanggapan yang dapat saya sampaikan, terimakasih.

    Supiani, UVAYA Akta IV 2014

    BalasHapus
  61. Saya sangat setuju dengan artikel Bapak di atas kebiasaannya orangtua mudah bersikap kasar bahkan memukul apabila anaknya tidak mau mendengar perintah orangtuanya untuk belajar. Sungguh hal itu tidak pantas dan bertentangan dengan suasana batin anak yang ingin diberi dorongan (motivasi) untuk belajar tanpa adanya paksaan. Apabila anda (orang tua) sedang marah,dan memukul anak anda yang malas belajar maka coba tahan dan tarik nafas, serta masuk ke kamar terlebih dahulu. Anda dapat berwudhu, berzikir atau dengan cara apa saja yang dapat menenangkan diri. Setelah anda tenang, biasanya anda akan mepunyai solusi yang lebih baik untuk menghadapi anak anda untuk menyuruh dia belajar terutama dengan cara halus dan santun sebab anak merupakan buah hati kita sendiri dan ciftaan Tuhan. Kemudian diskusikan dengan anak anda mengapa dia malas belajar karena komunikasi yang baik antar anak dan orang tua sangat penting

    (Muhammad Aminuddin, UVAYA AKTA IV 2014)

    BalasHapus
  62. Izin Bapak, Saya setuju dengan langkah-langkah seperti diatas terutama langkah ke 2. Kadang-kadang orang tua merasa marah kepada anak-anak mereka yang tidak melakukan apa yang mereka katakan.

    IRFAN ANJARSARI, UVAYA AKTA IV 2014

    BalasHapus
  63. 5 langkah yang bagus pak, dan semua bertitik berat pada adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Yang sering menjadi permasalahan sekarang ini adalah bagaimana menjalin komunikasi yang baik sementara orang tua lebih banyak menghabiskan waktu di pekerjaannya daripada waktu untuk bersama keluarga dan anak?

    REZKY AULIA, UVAYA AKTA IV 2014

    BalasHapus
  64. Setelah membaca artikel ini, orangtua pasti ingin anaknya menjadi yang terbaik Tetapi, harapan ini tak jarang membuat orangtua selalu menuntut anaknya untuk terus belajar sehingga tanpa disadari anak menjadi tertekan. Maka daripada itu orang tua harus lebih memahami motivasi, sikap anak tersebut, jadi dalam hal ini komunikasikan dengan si anak agar si anak tersebut tidak menjadi tertekan karena tuntutan dari orang tuanya.

    FEBRI YAN TONY, UVAYA AKTA IV 2014

    BalasHapus
  65. Saya sependapat dan setuju terhadap tulisan Bapak,sangat mungkin meyuruh anak mengerjakan sesuatu tanpa harus memaksanya asalkan dapat mengena pada hati anak.karena selama ini saya sering melihat orangtua dalam mendidik anak mereka dengan cara memaksa bahkan mengancam seorang anak agar mau melakukan hal yang orangtua suruh,tanpa ada inisiatif,keinginan,bahkan ketulusan dari diri mereka sendiri untuk melakukan sesuatu itu.
    Munsyi,UVAYA AKTA IV 2014

    BalasHapus
  66. masa anak anak adalah masa pembentukan akal pikiran, maka kita sebagai orang tua membimbing,mengawasi perkembangan anak, memberikan contoh yang baik, dan menjelaskan apa yang mereka tanyakan, artikel bapak sangat bermanfaat bagi kami, dan menjadi bekal kami berkeluarga nantinya
    (Agus Purnomo, Akta IV, Uvaya, 2014)

    BalasHapus
  67. Memang diperlukan kesabaran dan keuletan lebih dalam mendidik anak agar ia mau mengerjakan sesuatu tanpa dipaksa, terlebih jika anak tersebut suka membantah. Karena seperti yang ditulis dalam artilkel di atas bahwa ada anak yang penurut, ada anak yang suka membantah, ada anak yang gesit, ada pula yang lamban. Ada anak yang ceria, ada juga yang mudah ngambek. Namun kita sebagai orang tua atau pendidik harus bisa melihat dari berbagai sudut mengapa anak tersebut menjadi anak yang suka membantah, lamban, ataupun mudah ngambek. Semua harus diperhatikan sebabnya dahulu, agar kita bisa mencari solusi bagaimana cara menangani berbagai karakteristik anak ini.

    Dalam artikel di atas, disebutkan; “Memaksa, memang cara termudah dan tercepat untuk mewujudkan perilaku yang dikehendaki pada orang yang kita inginkan berubah perilakunya.” Dan cara paksaan tersebut memang sering behasil dari dasar pembiasaan, namun, walaupun kita sudah terbiasa dengan sesuatu kegiatan atau hal lainnya, belum tentu kita menyukai kebiasaan kita tersebut. Terlebih jika kebiasaan tersebut berdasar dari sebuah paksaan. Begitu pula dengan anak atau peserta didik, bukankah jika kita melakukan sesuatu atas dasar sesuatu yang kita senangi, hasilnya akan menjadi lebih baik.

    Mendukung hal yang disenangi anak adalah hal yang sangat baik untuk dilakukan karena anak akan merasa dirinya tidak sendirian, menyuruh tetapi tanpa memaksa atau seperti yang dituliskan di atas “suruhan dalam bentuk kata tanya atau ajakan” juga sangat baik, agar anak atau peserta didik tidak merasa seperti diperintah sehingga ia melakukannya dengan ringan hati.

    Tulisan ini sangat berkaitan dengan peserta didik, karena pendidik juga harus memperhatikan cara memotivasi atau menyuruh peserta didik agar rajin belajar atau mengerjakan tugas tanpa merasa terpaksa.
    NAMA : PUSPITA DEWI
    KELAS : 1 C
    FKIP : PGSD
    SEMESTER : I
    UNIVERSITAS ACHMAD YANI BANJARBARU 2014

    BalasHapus
  68. Banyak sekali orang tua yang ingin menjadikan anaknya seperti apa yang mereka inginkan. Anak dengan nilai bagus, rajin belajar, berprestasi, dan sebagainya. Namun memaksakan kehendak kepada anak bukanlah hal yang baik untuk diterapkan, jika anak melakukan kebiasaan atas dasar paksaan, walaupun mereka menjadi terbiasa, hasilnya tidak akan maksimal. Berbeda jika anak mengerjakan sesuatu atas kehendak atau inisiatif dia sendiri. Artikel di atas banyak menjelaskan bagaimana cara menyuruh anak tetapi tanpa memaksa.
    Hal ini juga bisa kita terapkan sebagai pendidik kepada peserta didik, seringnya pendidik menyuruh anak didiknya untuk rajin belajar agar mendapat nilai bagus dengan cara memaksa atau bahkan mengancam, dengan begitu anak-anak atau peserta didik bukannya rajin belajar, mereka malah berlomba untuk mendapat nilai bagus bagaimanapun caranya, salah satunya dengan cara “Menyontek”. Padahal inti dari pendidikan yang sebenarnya adalah mendapat ilmu, bukan hanya nilai bagus.

    NAMA : LINDA ASTUTI
    KELAS : 1 C
    FKIP : PGSD
    SEMESTER : I
    UNIVERSITAS ACHMAD YANI BANJARBARU 2014

    BalasHapus
  69. Artikel bapak sangat bermanfaat bagi orang tua dan juga bagi saya atau calon pendidik lainnya. Memahami cara membimbing anak atau peserta didik dengan baik agar mereka lebih rajin tanpa memaksa. Walaupun mendidik tanpa paksaan itu akan membutuhkan kesabaran yang lebih, akan tetapi hasilnya bisa jadi maksimal.
    Semoga semakin banyak para orang tua dan pendidik yang menyadari bahwa ada cara yang lebih bagus dari mendidik dengan paksaan, yaitu menyuruh anak, tanpa memaksa.

    NAMA : Nor Hikmah
    KELAS : 1 C
    FKIP : PGSD
    SEMESTER : I
    UNIVERSITAS ACHMAD YANI BANJARBARU 2014

    BalasHapus
  70. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  71. intisari : adanya kedekatan antara anak dan orang tua serta terjalin kasih sayang yang tulus diantara keduanya agar tercipta komunikasi yang baik antara anak dan orangtua


    Menurut saya menyuruh tanpa memaksa itu bisa saja dilaksanakan walaupun dalam kenyataannya baik di dalam keluarga ataupun dilingkungan sekolah sulit sekali untuk di terapkan karena kita harus benar-benar sabar untuk menjalaninya karena tanpa kesabaran mungkin tidak akan tercapai apa yang kita inginkan.

    NAMA : Busra
    FKIP : PGSD
    SEMESTER : I
    UNIVERSITAS ACHMAD YANI BANJARMASIN 2014

    BalasHapus